Jakarta, RMOL. Tidak Perlu Menunggu Sampai Dekat Pemilu

Pemerintah didesak secepatnya mengangkat 920.000 tenaga honorer menjadi pegawai negeri sipil (PNS).

Nasib mereka hendaknya ja­ngan digantung-gantung. Apalagi kalau sampai dipolitisir agar pengangkatannya dilakukan men­­­jelang Pemilu.

Memang pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendayagu­naan Aparatur Negara dan Re­formasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) bersama dengan DPR se­dang menggodok Ran­cangan Pe­ra­tu­ran Pemerintah (RPP) tentang Te­naga Honorer me­revisi PP No­mor 48 tahun 2005.

Anehnya, peng­godokan sudah lama, tapi hingga kini belum tun­tas, sehingga menim­bulkan spe­kulasi. Ja­ngan-jangan pe­nunta­san­nya menje­lang Pemilu.

Begitu pendapat pe­ngamat pemerintahan, Sugi­yan­to, yang disampaikan kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, ke­marin.

“Ayo, angkat tenaga honorer menjadi PNS. Jangan sampai ini pengangkatan tenaga honorer itu menjadi komoditi politik. Peng­angkatan itu tidak perlu me­nunggu Pemilu,’’ ujar

Menurutnya, pengangkatan te­naga honorer itu perlu secepatnya dilakukan demi nasib banyak orang.

“Kasihan mereka yang sudah bekerja lama tapi tidak ada keje­lasan nasibnya,” ucapnya.

Dikatakan, pemerintah pusat dan daerah harus mencari solusi untuk mengurangi jumlah tenaga honorer. Caranya cepat diangkat jadi PNS, dan jangan lagi me­nerima tenaga honorer.

“Dalam pengangkatan itu ja­ngan sampai ada sogokan. Sebab, bisa saja ada oknum pejabat pe­nyalahgunaan wewenangnya,” ungkapnya.

Direktur Eksekutif Masyarakat Pemantau Kebijakan Eksekutif dan Legislatif (Majelis) itu secara khusus berharap agar diutamakan pengangkatan guru honorer.

“Anggaran pendidikan kan su­dah 20 persen, seharusnya deng­an anggaran yang besar itu pe­merintah bisa mengangkat guru honorer dan guru bantu yang ting­kat kesejahteraannya sangat minim,” katanya.

Dia juga memin­ta agar peme­rintah ti­dak menerima te­naga honorer lagi dan lebih meman­faatkan PNS yang ada di ke­men­­teri­an atau lembaga yang meng­ang­gur. “Ini meru­pa­kan bentuk re­­formasi biro­krasi,” katanya.

Sebelumnya Ketua Panja yang membidangi tenaga ho­norer Kementerian Pendidi­kan dan Ke­­menterian Pertanian Rully Chai­rul Azwar menga­ta­kan, pihaknya masih terus mela­kukan pemba­hasan dengan se­jumlah instansi terkait untuk men­da­patkan data yang akurat tentang jumlah te­naga honorer seluruh Indonesia.

“Kita berharap pada akhir bu­lan ini (Februari) RPP itu sudah jadi dan data akurat dari masing-masing instansi sudah dapat di­ketahui,” ujarnya

Rully yang juga Wakil Ketua Komisi X DPR itu mengatakan bahwa saat ini terdapat sebanyak 104 ribu orang guru yang se­sungguhnya sudah masuk dalam database BKN, tetapi mereka masih belum diangkat karena berbagai alasan seperti belum lengkapnya persyaratan.

Bagi mereka yang telah me­menuhi persyaratan semisal usia atau pendidikannya serta lama mengajar, maka mereka ha­rus diprioritaskan untuk di­angkat.

‘’Jangan-jangan Dituntasin Menjelang Pemilu Deh...’’
Ray Rangkuti, Pengamat Kebijakan Publik

Rancangan Peraturan Pe­merintah (RPP) tentang Te­naga Honorer memang sengaja di­per­lambat penuntasannya. Se­bab, ada unsur politik di da­lamnya.

Demikian disampaikan penga­mat kebijakan publik yang juga Di­rektur Eksekutif Lingkar Ma­dani (LIMA), Ray Rangkuti kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Jangan-jangan dituntasin men­jelang pemilu deh,” ujarnya se­dikit menyindir.

Dikatakan, pengangkatan te­naga honorer adalah urusan pe­merintah yaitu Kemenpan. “Se­baiknya EE Mangindaan segera merampingkan birokrasi­nya,” tuturnya.

Selain itu, lanjutnya, tenaga honorer pusat yang lebih diprio­ritaskan daripada tenaga honorer yang dibentuk Pemda.

“Sebabiknya Pemda tidak boleh mengangkat tenaga ho­norer. Sebab, berdampak pada penambahan jumlah pegawai,” ucapnya.

“Kalau tenaga honorer pusat pasti yang diangkat adalah tenaga ahlinya,” tandasnya.

’’Sebulan Lagi Dituntaskan’’
Abdul Kadir Karding, Wakil Ketua Panja RPP Tenaga Honorer

Panita Kerja (Panja) telah me­nyelesaikan verifikasi ke daerah-daerah soal DPR Ren­cana Pera­tu­­ran Pemerintah (RPP) tentang Te­naga Honorer. Termasuk me­minta masukan mengenai jumlah tenaga honorer yang ada di daerah.

“Sudah selesai verifikasi ke daerah. Jadi, diharapkan sebulan lagi dituntaskan,’’ ujar Wakil Ke­tua Panja RPP Tenaga Hono­rer, Abdul Kadir Karding, ke­pada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

Menurut Ketua Komisi VIII DPR itu, pembahasan RPP Te­naga Honorer sudah masuk da­lam tahap konsinering dengan pi­hak peme­rintah mengenai bebe­rapa poin yang harus diambil dalam menye­lesaikan tenaga honorer.

Pertama, tenaga honorer yang sudah memenuhi PP 48 tahun 2005 dan 43 tahun 2007 tentang pengangkatan tenaga honorer men­­jadi calon pegawai negeri si­pil (CPNS) harus segera diang­kat.

Kedua, pemerintah harus se­gera mengangkat tenaga kerja yang tercecer, yaitu mereka yang dulu daftar sebagai pegawai ne­geri dan diterima tapi tidak di­ber­kas. “Di Jawa Tengah jumlah pe­gawai negeri yang tidak di­ber­kas men­capai 200.000 orang,” papar­nya.

Ketiga, mengangkat semua guru yang sudah bekerja dan men­­dapat pembiayaan dari Ang­garan Pendapatan dan Be­lanja Negara (APBN) dan Angga­ran Pendapatan dan Belnaja Ne­gara (APBD),” jelasnya.

Politisi PKB ini juga manga­takan, jumlah tenaga honorer yang belum diangkat totalnya mencapai 104.000, dan itu di luar tenaga honorer di Kementerian Agama yang berjumlah 29.600 orang.

Selain itu, lanjutnya, Panja juga mengusulkan untuk membentuk PP baru tentang guru yang be­kerja di lembaga pendidikan, tapi dibina masyarakat. Intinya perlu kesejahteraan guru.

‘’Perlu Pertimbangan Yang Matang Dong...’’
Andrinof A Chaniago, Pengamat Kebijakan Publik

Rancangan Peraturan Pe­merintah (RPP) tentang Tenaga Honorer hendaknya mengako­modir semua persoalan secara komprehensif. Jangan sampai dengan RPP membuat gam­pang jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Demikian disampikan penga­mat kebijakan publik dari Uni­versitas Indonesia (UI), Andri­nof A Chaniago, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Pengangkatan tenaga hono­rer perlu pertimbangan yang ma­tang dong. Jangan sampai main angkat saja. Soalnya ini akan berdampak pada anggaran be­lanja negara,” ujarnya.

Dikatakan, RPP sebaiknya harus ditinjau dari substan­si­nya. Kalau pengangkatan te­naga honorer menjadi PNS tan­pa melihat kemampuan dan kebu­tuhan maka akan meru­gikan kepentingan publik.

“Itu namanya menentang re­formasi birokrasi. Sebab, hanya membuat gemuk kemen­terian dan lembaga saja,” katanya.

Menurutnya, yang harus men­jadi perhatian utama dari pemerintah adalah pengang­katan tenaga honorer guru ban­tu. Sebab, mereka memiliki keseriusan dalam bekerja.

“Kalau tenaga honorer bia­sanya semata-mata untuk men­cari PNS saja, tapi kurang serius bekerjanya,” tuturnya.

‘’Kami Tidak Mau Asal-asalan’’
Gatot Sugiharto, Kepala Biro Humas Kemenpan dan RB

Kementerian Pendaya­gu­naan Aparatur Negara dan Re­for­masi Birokrasi (Kemenpan dan RB) sedang melakukan pemba­hasan intensif dengan DPR tentang RPP Tenaga Honorer.

Demikian disampaikan Ke­pala Biro Hubungan Masyara­kat (Humas) Kemenpan dan RB, Gatot Sugiharto, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Hasil rapat Panitia Kerja yang terdiri dari Komisi II, VIII, dan X DPR adalah memasuk­kan RPP ke Pansus,” ujarnya.

“Itu dilakukan supaya RPP lebih matang dan mengkrucut lagi,” tambahnya.

Ditanya mengapa RPP ter­sebut belum tuntas sampai se­karang, Gatot mengatakan, ma­sih banyak yang harus dileng­kapi lagi dalam RPP itu.

“Jadi, kami tidak mau asal-asalan membuat RPP. Jangan sampai RPP yang baru ini menjadi peluang untuk menam­bah tenaga honorer lagi,” katanya.

Menurutnya, untuk menghin­dari hal tersebut perlu ada ram­bu-rambu yang harus disusun. “Pokoknya biar lama waktunya tapi ada semangat antara Ke­menpan dan Panja DPR untuk segera menuntaskan masalah tenaga honorer,” tegasnya.

‘’Sudah Sering Demo Masih Dicuekin Juga’’
Roy Salam, Pengamat Keuangan

DPR kurang memperhatikan aspirasi konstituennya, se­hingga Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Te­naga Honorer tidak diperjuang­kan agar cepat tuntas.

“Masa sudah sering demo masih dicuekin juga. Ini ke­ter­laluan. Jadi, wajarlah kalau te­naga honorer itu melakukan de­mo terus untuk meminta ke­jelasan nasibnya,” ujar penga­mat keuangan, Roy Salam, ke­pada Rakyat Merdeka, di Ja­karta, kemarin.

Menurut pe­neliti Indonesia Budget Center (IBC) itu, pengangkatan te­naga honorer seringkali diba­ta­si, sehingga terjadi penyim­pang­an yang dilakukan oleh ok­num agar da­lam proses pe­ngang­katan Pega­wai Negeri Sipil (PNS) itu perlu uang se­toran.

“Sebaiknya DPR ikut men­dorong menuntaskan RPP tersebut. Kemudian mengawasi agar jangan sampai terjadi jual beli Nomor Induk Pegawai,” tandasnya.

’’Jangan Sampai Ada Sogokan’’
Refly Harun, Pengamat Pemerintahan

Permasalahan tenaga honorer tidak bisa lepas dari kesalahan pemerintah yang se­lalu membuka penerimaan pe­ga­wai tanpa memperhatikan kebutuhannya.

Begitu disampaikan penga­mat pemerintahan dari Centre For Elektoral Reform (Cetro), Refly Harun, kepada Rakyat Merdeka, di Jakarta, kemarin.

“Ketika pemerintah mem­buka lembaga atau badan baru, dibuka juga lowongan kerja baru. Seharusnya memanfaat­kan PNS yang menganggur di kementerian,” katanya.

Selain itu, kata dia, peme­rintah juga belum berhasil mem­buka peluang kerja di luar PNS, sehingga sebagai PNS masih menjadi primadona di daerah. Sebab, mereka meng­ang­gap menjadi PNS akan sejahtera.

“Akibatnya banyak terjadi penyimpangan dan KKN dalam pengangkatan tenaga honorer menjadi PNS,” jelasnya.

Namun, Refly menyambut baik pembahasan RPP Tenaga Honorer yang sedang dibahas. DPR hen­daknya mendorong pe­merintah agar cepat ditun­taskan.

“Dalam RPP itu harus ada acuan bagaimana proses pe­ngang­katan, dan penerimaan tenaga honorer untuk saat ini harus dihentikan dulu. RPP itu kan percuma jika pihak peme­rintah terus menerima tenaga honorer,” paparnya.

Lalu yang terpenting, lanjut­nya, proses pengangkatan juga diawasi. “Jangan sampai ada so­go­kan menjadi PNS,’’ kata­nya.